News
Loading...

Pengagum (Bukan) Rahasia FSTVLST

Beberapa tahun silam saya mengenal mereka, tepatnya musik dan karya panggung mereka. Biasa.
Setidaknya saat itu, mereka hanya berlalu begitu saja, mampir sebentar di halaman majalah yang dulu pernah saya dan beberapa rekan bangun. Saya tidak  mengenal mereka lebih. "Dukung sajalah, ini band bagus" sekenanya saya jawab agar band ini bisa terbit di majalah kita, "Lagipula, mas Helly teman kita", kira-kira begitu. Nama bandnya juga janggal, di tengah hiruk pikuk musik keras dengan variannya di Jogja, Jenny adalah nama band yang ganjil.


Beberapa tahun kemudian, mereka kerap berada di atas panggung, baik musik maupun eksibisi seni. Saya mulai melirik, namun belum tertarik. Jenny bagi saya seperti anak gadis manis yang riang bermain. Keceriaannya hanya untuk dirinya. 

Jenny bikin Manifesto. Oke, ini tak bisa dibiarkan, telinga dan pikiran saya mulai merajam karya mereka. Hebat. Hebat di masanya, hebat cara mereka meniru sedemikian rupa, meniru mereka yang mereka suka. 

Beberapa tahun sesudahnya hingga sekarang.
Jenny menjadi FSTVLST.Baik, lupakan tentang mengapa. Saya tidak begitu peduli. FSTVLST. FESTIVALIST. Sudahlah. 

Jujur, saya menyukai band ini bukan hanya karena musiknya. Namun lebih kepada apa yang mereka perbuat terhadap musik yang mereka buat. Bagaimana mereka menghargai karya mereka. Bagaimana mereka mengemas dan membungkus layaknya makanan yang enak. Iya, halnya makanan, akan bertambah nikmatnya jika disajikan dengan hikmat.

Saya lapar mata terhadap band ini. Saya selalu tertarik dengan apa yang mereka kerjakan. Mulai mencari, mulai mendekati, mulai (benar-benar) menyukai.

Dan, butuh waktu tiga bulan lebih untuk menanti apa yang mereka sebut dengan HITSKITSCH. Bahkan saya sempat lupa, kalau saya memesan album mereka. Terima kasih untuk fesbuk dan instagram, dari sana saya diingatkan, saya sedang menanti album mereka. Penantian ini terbayar lunas. Tanpa cela. 

Jika saya boleh imajikan (tentu saja boleh), mereka adalah segerombolan anak muda yang menganggap materi, cinta dan kehidupan adalah hal yang biasa. Mereka segerombolan anak muda gondrong mengendarai mobil van, dengan gitar, dana seadanya dan seorang anak gadis kecil yag diberi nama Jenny. Menjelajahi nusantara. Berjalan kemana hendak mereka, istirahat sekena tempat saja. Apapun yang mereka lakukan penuh dengan cinta. Cinta? ya, bukan hanya tentang kau dan dia, namun lebih dari itu. Cinta mereka terhadap negeri yang mereka pijak, cinta mereka terhadap orang di sekeliling mereka, cinta mereka terhadap masa lalu dan masa yang akan datang. Cinta mereka terhadap apapun yang membuat mereka merasa hidup. Melakukan apapun yang mereka suka.

Saya tidak akan menceritakan tentang lirik mereka yang satir sekaligus puitis. Saya tidak akan menceritakan bagaimana Menantang Rasi Bintang sempat menjadi lagu pembuka di kamar mandi pagi hari. Bagaimana Ayun Buai Zaman  benar-benar membuai, liriknya membuat saya menerka-nerka, kemana arah pembicaraan mereka. Dan bagaimana tentang musik dan lirik mereka. Saya mencoba memberi nilai dengan cara istri saya memberi nilai terhadap sesuatu. Dari satu hingga sepuluh berapa nilainya? nilainya delapan, delapan sajalah, karena sembian dan sepuluh dianggap berlebihan. Nggak penting, delapan atau sembilan atau sepuluh, yang penting lulus. Kategori lulus dan nggak mengulang di semester berikutnya, minimal nilai enam. Delapan sudah sangat bagus. Oh, maaf, saya masih suka mengenang masa lalu jika berbicara nilai.

Mereka adalah satu kesatuan, antara musik, gaya hidup, dan seni. Titik.

Sebelumnya saya seperti pengagum rahasia mereka, hanya melihat gerak gerik mereka dari jauh, mengintip mereka di kala bisa, menyukai mereka dalam hati saja. Namun setelah saya tuliskan semua di halaman ini, rahasia menjadi milik kita semua.



Share on Google Plus

About Richie Petroza

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.